Kaidah- Ijtihad Tidak Dapat Dibatalkan Dengan Ijtihad

الاجتهادُ لاَ يَنْقَضُ بالإجتِهاد

Ijtihad tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad

Hukum hasil ijtihad yang terdahulu tidak batal lantaran adanya ijtihad yang datang setelahnya, sehingga sahlah semua perbuatan yang dikerjakan atas dasar ijtihad baik yang sebelumnya maupun sesudahnya.
Namun untuk perbuatan kemudian hukumnya telah berubah degnan adanya hukum hasil ijtihad yang baru. Yang demikian karena  :

  1. Nilai ijtihad adalah sama, sehingga hasil ijtihad kedua tidak lebih kuat dari hasil ijtihad pertama. 
  2. Apabila suatu ketetapan hukum hasil ijtihad dapat dibatalkan oleh hasil ijtihad yang lain, akan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum. Sebab akan terjadi dikemudian hari pembatalan ijtihad sebelumnya begitu seterusnya, sehingga akan terjadi tidak adanya kepastian hukum dan tidak ada kepastian hukum akan mengakibatkan kekacauan yang sangat besar.

Adapun dasar kaidah ini adalah Ijma sahabat Ra,  seperti yang diriwayatkan oleh Ibn Shibagh, `` sesungguhnya Abu Bakar Ra memberi keputusan hukum pada beberapa masalah yang kemudian diperselisihkan oleh Umar Ra, dan Umar tidak membatalkan keputusan Abu Bakar dan tetap mengakuinya``.

Demikian khalifah Umar Ra pernah memberi keputusan 2 kali dalam masalah pembagian harta waris musyarokah yang saling berbeda, dimana keputusan yang pertama berbeda dengan keputusan yang kedua. 
Dan beliau berkata:


ذَلِكَ عَلَى مَا قَضَيْنَا وَهَذَا عَلَى مَا قَضَيْنَا

Itu adalah yang kami putuskan pada masa lalu, dan ini adalah yang kami putuskan pada masa sekarang


Berdasarkan kaidah ini, maka apabila suatu pengadilan telah memutuskan hukum terhadap suatu peristiwa, kemudian pada kesempatan lain terhadap peristiwa yang sama pula,  pengadilan memberikan hukuman yang lain, maka hasil keputusan yang baru tidak dapat merubah keputusan yang terdahulu.